Selasa (9/5), media santer memberitakan pembubaran HTI. Saya sama sekali tak senang dengan berita itu, meski sejak dulu saya tak pernah sepaham dengan HTI. Jika HTI memang dinilai mengancam, apakah penanggulangannya harus dengan cara dibubarkan? Bukankah ini sikap seorang pecundang? Karena kalah metode penyebaran ajaran, maka kekuasaan dimanfaatkan untuk memenangkan persaingan. Benar-benar bukan sikap kesatria.
Saya sangat menyesalkan sikap PBNU maupun PP Muhammadiyah, dimana mereka justru terlihat menari-nari di atas pembubaran HTI. Sebagai organisasi keagamaan terbesar di negeri ini, harusnya mereka bisa merangkul HTI, bukan malah memusuhinya. Masalah HTI yang sering ngelunjak dan tak tahu diri? ya biarlah, itu cara mereka berdakwah kok.
Nah, sekarang coba bayangkan jika PBNU atau PP Muhammadiyah yang dibubarkan. Perbedaan cara dan metode berdakwah tentu sebuah keniscayaan. Yang akan mendapat simpati tentu mereka yang paling elegan dalam berdakwah.
Di sisi lain, dengan dibubarkannya HTI, maka siapa lagi yang akan menjadi partner dua ormas keagamaan terbesar di negeri ini, yang katanya nasionalis itu? Dengan tidak adanya partner, dua ormas tersebut akan sangat mudah lengah dan tak pernah ada evaluasi ke dalam. Kritikan bagaimanapun sangat berperan penting supaya mereka tidak lengah dalam kemapanan.
Apakah PBNU dan PP Muhammadiyah memang benar-benar sudah menjadi tempat pencarian kekuasaan? Sehingga mereka menyikat siapapun yang berseberangan dan berpotensi mengancam? Sekarang saya mulai paham, PBNU itu berbeda dengan Nahdliyin.
HTI juga lucu, sekarang saja mereka menuntut HAM dan demokrasi, padahal dua hal itu selalu mereka perangi dalam setiap dakwahnya. Dari dulu ke mana aja cuk?? Mau mencoba bermuka dua sekarang? Kalau mau diterima masyarakat, ya hargai dulu kearifan dan budaya yang ada lebih dulu. Gak usah sok-sokan mau makar, menolak pancasila, menolak demokrasi, pas dibubarkan saja baru memohon-mohon.
Saya sangat menyesalkan sikap PBNU maupun PP Muhammadiyah, dimana mereka justru terlihat menari-nari di atas pembubaran HTI. Sebagai organisasi keagamaan terbesar di negeri ini, harusnya mereka bisa merangkul HTI, bukan malah memusuhinya. Masalah HTI yang sering ngelunjak dan tak tahu diri? ya biarlah, itu cara mereka berdakwah kok.
Nah, sekarang coba bayangkan jika PBNU atau PP Muhammadiyah yang dibubarkan. Perbedaan cara dan metode berdakwah tentu sebuah keniscayaan. Yang akan mendapat simpati tentu mereka yang paling elegan dalam berdakwah.
Di sisi lain, dengan dibubarkannya HTI, maka siapa lagi yang akan menjadi partner dua ormas keagamaan terbesar di negeri ini, yang katanya nasionalis itu? Dengan tidak adanya partner, dua ormas tersebut akan sangat mudah lengah dan tak pernah ada evaluasi ke dalam. Kritikan bagaimanapun sangat berperan penting supaya mereka tidak lengah dalam kemapanan.
Apakah PBNU dan PP Muhammadiyah memang benar-benar sudah menjadi tempat pencarian kekuasaan? Sehingga mereka menyikat siapapun yang berseberangan dan berpotensi mengancam? Sekarang saya mulai paham, PBNU itu berbeda dengan Nahdliyin.
HTI juga lucu, sekarang saja mereka menuntut HAM dan demokrasi, padahal dua hal itu selalu mereka perangi dalam setiap dakwahnya. Dari dulu ke mana aja cuk?? Mau mencoba bermuka dua sekarang? Kalau mau diterima masyarakat, ya hargai dulu kearifan dan budaya yang ada lebih dulu. Gak usah sok-sokan mau makar, menolak pancasila, menolak demokrasi, pas dibubarkan saja baru memohon-mohon.
Jika ada yang mau mencela HTI, meneriakkan tentang kebangsatan-kebangsatan mereka, saya katakan pembubaran HTI juga sama bangsatnya dengan HTI itu sendiri.
Satu lagi yang ganjil, pembubaran HTI bersamaan waktunya dengan vonis Ahok. Apakah ini kebetulan? tentu tidak! Lalu apa hubungannya? Sesungghnya Tuhan menganugerahkan kita otak untuk berpikir, maka dari itu berpikirlah !
Satu lagi yang ganjil, pembubaran HTI bersamaan waktunya dengan vonis Ahok. Apakah ini kebetulan? tentu tidak! Lalu apa hubungannya? Sesungghnya Tuhan menganugerahkan kita otak untuk berpikir, maka dari itu berpikirlah !
Komentar
Posting Komentar